Berawal dari Keyakinan

Saat menikah lebih dari 6 tahun yang lalu, saat itu suami baru lulus S1 dan saya belum lama bekerja di sebuah perusahaan swasta. Karena kondisi awal pernikahan yang memang penuh perjuangan, kamipun menjalani LDM, suami menjalankan aktivitas di Semarang dan saya bekerja dan tinggal bersama orang tua di Purbalingga. Tidak mudah memang, kami juga hanya memiliki sedikit waktu untuk bertemu. Hingga tak lama kemudian suami diterima bekerja di sebuah sekolah di Bandung. Sekolah tersebut memiliki sistim boarding school atau mengadopsi sistem pesantren. Suami hanya libur hari minggu. Jadi jika pulang Sabtu malam dan minggu malam harus kembali ke Bandung. Sungguh sangat melelahkan. Saat itu kami masih menggunakan matematika logika. Gaji suami + gaji saya = penghasilan kami.

Suami bertahan di Bandung kurang lebih selama 6 bulan. Hingga akhirnya kami sepakat, suami keluar dari pekerjaannya dan mengambil kuliah S2 di Yogya. Kami berpikir, orang akan dimuliakan karena ilmunya. Semakin bertambah ilmu, maka akan semakin mulia. Perjuangan pun kembali kami jalani. Saya tetap bekerja, dan suami bolak-balik Semarang-Purbalingga-Yogya. Sering beliau berangkat naik motor dini hari. Saat orang-orang masih terlelap, beliau menembus dinginnya malam demi menuntut ilmu. Kondisi ini kami alami pada semester pertama. Hingga saat itu kami mengalami kondisi sisa uang hanya cukup untuk biaya kuliah semester dua. Saat itu kami berpikir untuk menunda momongan hingga suami masuk semester 3. Mengingat hal ini sungguh saya merasa sangat malu. Malu yang sangat besar pada Allah Yang Maha Kaya.

Seorang ustadz ternama, pimpinan dimana suami pernah mengajar di Bandung mengajarkan pada kami tentang ilmu tauhid. Keyakinan pada Allah semata, bahwa matematika Allah tidak akan pernah salah, dan tidak akan membuat rugi. Mengingatkan kembali akan Rukun Iman. Iman kepada Allah, percaya bahwa Allah selalu menjaga, mencukupi, membimbing dan mengawasi hambaNya. Kapanpun, dimanapun. Dan, meski saat itu saya telah berhenti bekerja, dan posisi suami kuliah, ternyata Allah mencukupi. Kami masih memiliki pemasukan sama seperti saat masih bekerja.

Keberkahan adalah kebaikan yang bertambah. Dua tahun setelah kelahiran Isya, putra pertama kami, suami kembali mendapat rezeki berupa beasiswa S3 di Semarang, Himda pun lahir saat suami kembali disibukkan dengan aktivitas kuliah dan mengajar sebagai dosen di almamater saat S2. Hingga akhirnya sejak tahun lalu kami memutuskan untuk pindah dan mengontrak rumah di Wonosobo agar lebih dekat dengan tempat kerja suami.

Dan begitu banyak nikmat yang telah Allah berikan. Kami tinggal di lingkungan yang baik, dekat dengan orang-orang berilmu, dekat dengan orang-orang sholih yang menurut kami baik untuk pertumbuhan anak-anak. Sekolah Isya juga berada di kompleks pesantren sehingga ia terbiasa dengan lingkungan dan pendidikan yang agamis.

Suami menyebut tahun ini tahun dimana kami harus berjihad. Saat beliau tengah sibuk menyelesaikan disertasi, saya juga sibuk mengurus Isya dan Himda yang tengah aktif-aktifnya sembari menjaga kehamilan ketiga yang menurut bidan kondisinya kurang baik karena posisi janin sudah turun ke panggul sebelum waktunya. Tapi, bukankah hidup memang sebuah perjuangan?

Saya hanya bisa mensyukuri semua yang Allah beri, keluarga yang hebat, anak-anak yang luar biasa, lingkungan yang baik, kesehatan, dan banyak hal dari hal besar hingga hal sepele yang seringkali tak terfikirkan namun sudah Allah cukupi. Berusaha menghitung nikmat-nikmat Allah yang tak akan mampu terhitung membuat hati ini makin yakin bahwa semua berawal dari keyakinan dan keimanan. Kita tidak sendiri, selalu ada Allah yang menjaga, mengawasi, dan mencukupi. Alhamdulillah.

Tulisan ini diikutsertakan dalam "Blessful August Giveaways by indahnuria.com"




Komentar

  1. Fabiayyi alaa irobnikuma tukadziban...

    Allah memang Maha baik dah pokoknya y mbak..alhmdulillah :)

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah selalu bersyukur atas nikmat Allah ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mak, alhamdulillah. engingatkan diri utk selalu bersyukur

      Hapus
  3. alhamdulillah...hidup memang sebuah perjuangan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mba, setiap perjuangan tentu akan membuahkan hasil ya :)

      Hapus
  4. Hidup memang perjuangan.. tapi perjuangan manis yaa.. hehehehe :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe...mak jur..iya nih, jangan takut utk berjuang ya :)

      Hapus
  5. Berkah melalui ilmu ya mbak. Salam kenal mbak, makasuh udah ikutan GAnya ya. Semarangnya dimana mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal juga mba lidya, dulu kami di candi wonotingal mba :)

      Hapus
  6. selalu berjuang dijalan yang benar pokoknya, dan selalu bersyukur dg apa yg kita dapat :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer