Giveaway: Anak yang tumbuh bersama dongeng


Sejak kecil aku terbiasa dengan tumpukan buku-buku. Bapak seorang penggemar berat buku, jika ada uang lebih beliau tidak segan mengajakku ke toko buku, kadang ke pasar membeli buku-buku cerita atau majalah anak bekas yang harganya lebih murah. Sedangkan ibu, dulunya adalah seorang guru TK. Ibu keluar dari pekerjaannya menurut pada suami yang menghendaki istrinya berkarir di rumah. Sebagai seorang guru TK, ibu adalah sosok yang menyenangkan. Mencintai anak-anak, luwes dan pintar mendongeng. Ada banyak dongeng yang ibu ceritakan padaku. Kami berdua berbaring di tempat tidur, lalu ibu mendongeng sambil membelai rambutku. Bola matanya berputar, wajah ibu berubah mengeskpresikan dongeng yang diceritakan padaku saat masih kecil. Dongeng kancil seakan menjadi dongeng wajib yang diceritakan seorang ibu pada anaknya. Aku tak begitu suka dongeng kancil. Namun ada sebuah dongeng, yang tak bosan aku dengar dari ibu, meski beliau menceritakannya berulang-ulang.

Dongeng Tiga ekor Beruang

Ada seorang anak kecil, pada suatu hari ia berjalan-jalan ke hutan. Terlalu asik menikmati pemandangan di hutan, tanpa ia sadari ia tersesat. Iapun bingung harus kemana. Matanya memandang ke segala penjuru. Ternyata ada sebuah rumah di tengah hutan. Ia sangat lelah. Iapun segera menghampiri rumah itu
Tok tok tok, "Assalamualaikum." anak itu mengetuk pintu perlahan.
Tak ada yang menjawab. Ternyata rumahnya kosong. Ia tak tahu rumah ini adalah rumah tiga ekor beruang. Seekor beruang besar (bapak beruang), seekor beruang sedang (ibu beruang), dan seekor beruang kecil (anak beruang). Mereka beruang yang baik dan rajin. Ibu beruang baru saja membuat tiga mangkuk bubur untuk mereka. Mangkok besar untuk bapak beruang, mangkok sedang untuk ibu beruang, dan mangkok kecil untuk beruang kecil. Karena buburnya masih panas, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan hingga nanti saat pulang buburnya sudah dingin dan siap dimakan.
Si anak tersebut memutar pintu, ternyata pintu tak dikunci. Iapun segera masuk dan mencium aroma bubur yang menggoda. Ia lelah dan perutnya sangat lapar. Ia melihat ada 3 mangkok bubur di meja. Di sekeliling meja terdapat tiga kursi. Kursi paling besar di depan mangkok bubur besar, kursi sedang di depan mangkok bubur sedang dan kursi kecil di depan mangkok bubur kecil. Anak itu duduk di kursi terbesar, ternyata kursinya kebesaran, dan ia mencicipi bubur dari mangkok besar ternyata masih terlalu panas, lalu ia pindah ke kursi sedang dan mencicipi bubur dari mangkok sedang, ternyata buburnya sudah terlalu dingin, lalu ia pindah ke kursi kecil dan mencicipi bubur dari mangkok kecil. Ternyata buburnya enak, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Iapun menghabiskan bubur di mangkok kecil.
Setelah makan, ia merasa kenyang dan lelah. Ia ingin beristirahat. Ternyata di dalam rumah ada tiga kamar. Kamar besar, kamar sedang dan kamar kecil. Ia mencoba tidur di kamar besar, namun ranjangnya terlalu besar untuknya iapun pindah ke kamar sedang, ranjangnya dirasa masih terlalu besar, dan iapun pindah ke kamar kecil. kali ini ranjangnya pas untuknya, iapun menarik selimut dan tertidur.
Tiga ekor beruang pulang dari jalan-jalan. Mereka kaget melihat pintu terbuka. Mereka segera masuk rumah. Mereka ingin makan bubur yang dirasa sudah dingin. Beruang besar kaget melihat ada sendok di mangkok buburnya, "siapa yang menyentuh buburku?" katanya dengan suara besar. Beruang sedang menatap bubur miliknya iapun berteriak, "siapa yang menyentuh buburku?"katanya dengan suara yang sedang. Beruang kecil menghampiri mangkoknya dan ia berteriak,"siapa yang telah memakan buburku? dengan suaranya yang kecil.
Ketiga beruangpun masuk kamar. Beruang besar kaget, "siapa yang telah tidur di kamarku." Beruang sedangpun masuk kekamarnya dan iapun berteriak dengan suara sedangnya, "siapa yang telah tidur di kamarku?" Beruang kecil masuk ke kamarnya dan ia melihat seorang anak tertidur di ranjangnya,"Ada yang tidur di kamarku dia ada disini."
Si anak kaget melihat tiga ekor beruang menatapnya di siis tempat tidur. Ia langsung terbangun dan melompat keluar melalui jendela yang terbuka. Ia berlari dengan kencang keluar dari hutan dan pulang kerumah.

Aku selalu antusias saat ibu mendongengkan tiga beruang meski sudah hapal ceritanya. Aku tak pernah bosan mendengarnya berulang-ulang bahkan menceritakan dongeng itu ke suamiku. Suamiku sampai hafal dongeng itu, dan ketika anak pertama kami, Isya lahir, aku mendongengkan tiga beruang padanya. Isya pun sama sepertiku. Sejak kecil terbiasa melihat tumpukan buku-buku, kadangkala dibelikan buku cerita dan majalah anak-anak bekas dan iapun hapal dengan dongeng tiga beruang. Meski sudah tahu ceritanya, ia tak bosan mendengarnya.

Terbiasa dengan buku membuat Isya (3,5tahun) dan Himda (1,5 tahun) sangat menyukai cerita. Mereka dibacakan cerita atau dongeng saat pagi, siang atau sore. Pada jam-jam aktivitas mereka sedangkan menjelang tidur mereka terbiasa diperdengarkan murotal. Karena belum bisa membaca, aku yang membacakan cerita atau dongeng yang sudah aku modifikasi sesuai daya tangkap mereka. Dan karena sering dibacakan cerita, nilai moral dalam cerita/dongeng cepat mereka tangkap. Media mendongeng menjadi salah satu pembelajaran nilai-nilai moral untuk anakku. Di sebuah majalah anak Bobo (entah edisi berapa) ada sebuah cerita berjudul "Vido dan robot kebaikan". Inti ceritanya, Vido ingin punya sepasang robot tapi bapak ibunya tak mau membelikan karena takut Vido tidak bisa membagi waktu. Vido pun sedih. Tanpa ia ketahui, bapaknya membelikan robot itu dan meletakkannya di kamar. Vido kaget dan senang meski bingung kenapa robot itu bisa ada di kamarnya. iapun lupa belajar dan nilainya turun. Ia mendapat teguran dari guru dan bapak ibunya. Vido menyadari kesalahannya dan berjanji untuk bisa membagi waktu.

Saat Isya keasyikan bermain sampai lupa mengaji, mandi, makan, jurus Vido ini cukup ampuh digunakan."Isya tahu mas Vido, mas Vido gak boleh punya robot karena bikin lupa shalat, lupa ngaji, lupa belajar, lupa makan. Isya mau mainannya diambil biar gak lupa ngaji?"
Dan Isya pun meletakkan mainannya. 
Isya juga terbiasa ke perpustakaan. Dan aku memilihkan buku yang cocok untuknya. Dongeng fabel memang menjadi favorit anak-anak. Bagaimanapun jalan ceritanya, aku menghindari kata jahat, bohong, curang dan kalimat negatif lainnya saat mendongengkannya pada Isya dan Himda. Isya paham anak baik dan sholih disayang Allah, anak nakal tak punya teman.

Dalam dongeng fantasi seperti kisah Nirmala dan Oki di Majalah Bobo pun, saya menghindari kata penyihir, sulap, dan sejenisnya yang susah diterima logika anak. Meski cerita dongeng, ceritanya saya modifikasi agar memiliki nilai moral untuk anak. Misalnya saat Pipiyot sang penyihir mengganggu Oki dan Nirmala yang sedang belajar di hutan dengan menaburkan ulat agar oki dan Nirmala takut, saya menterjemahkannya untuk Isya, ada nenek-nenek baik mengambil ulat dari tanaman agar Oki, Nirmala dan teman-temannya tidak takut dan bisa belajar di kebun.

Karena sering dibacakan cerita dari buku dan mendengar dongeng dari ibunya, Isya menjadi anak yang imajinatif. Setiap hari selalu ada hal baru yang ia buat. Kadang ia menyusun lego menjadi aneka bentuk, Lilin mainan bisa dibentuk menjadi bebek, pohon, beruang bahkan makanan. Dan seperti video yang bisa diputar kembali, ia pandai menceritakan kembali apa yang ia sudah lihat dan dengar. Ia bisa menceritakan dengan detail seolah-olah hanya dia yang tahu.

 gambar dari sini

Akhir-akhir ini, Isya menjadi penggemar berat Masha and The Bear. Kami memang memilihkan tontonan yang dilihat Isya dan Himda. Masha and The Bear selain menghibur, sosok Masha digambarkan seorang gadis kecil berkerudung ungu selain itu tak bisa dipungkiri, beruang adalah binatang favoritnya dalam cerita. Padahal, realitanya beruang adalah binatang yang agak menakutkan dengan badan coklatnya yang besar dan kukunya yang tajam. Namun dalam dongeng anak, beruang berubah menjadi makhluk lucu, menggemaskan dan dekat dengan anak-anak. Dalam sebuah tanyangan Masha and The Bear, dikisahkan si Masha membuat bubur sampai meluap, dan adonannya memenuhi isi rumah. Beberapa hari setelah itu, saya membuat bubur kacang hijau. Isya menghampiriku di dapur lalu berkata,"Ummi, kalo bikin bubur hati-hati mbok tumpah kayak Masha."

Isya dan Himda sudah biasa makan sendiri. Namanya anak-anak, selesai makan lantai berantakan, nasi dan sayur berceceran. Untuk melatih kemandirian, saya sering melatih mereka membersihkan lantai yang kotor, tentu sebatas kemampuan mereka. Namanya anak-anak kadang menolak dan tidak menurut dan saya menjawab penolakan itu dengan, "Isya inget gak waktu Masha bikin bubur, buburnya tumpah mengotori rumah siapa yang bersihin?" Ia menjawab,"Masha, Mi." Isya lalu mengambil sapu dan membersihkan lantai. Aku tidak berharap Isya akan membersihkan lantai karena ia masih balita. Yang jauh lebih penting, Isya sudah belajar bertanggung jawab, mengetahui benar dan salah, serta meminta maaf jika bersalah. Pelajaran hidup yang mereka pelajari setiap hari.

 gambar dari sini

Tanpa aku duga, ternyata dongeng tiga beruang benar-benar ada. Ibu lupa darimana beliau mendapat dongeng ini, namun setelah familiar dengan dunia maya aku menemukan dongeng tiga beruang di sini  dengan judul Tiga Ekor Beruang- Joseph Jacobs dan disini  dengan judul Goldilocks dan Tiga Beruang. Meski ceritanya agak berbeda namun intinya sama. Dan yang menarik, kedua cerita ini dilengkapi ilustrasi yang juga bagus. Setiap anak tentu menyukai dongeng, mendengar sebuah cerita, melihat bagaimana si pendongeng berekspresi kemudian mereka akan mempraktekkannya. Ya, anak-anak akan meniru apa yang telah mereka terima. Sehingga media dongeng dapat menjadi media yang membentuk karakter mereka. Sehingga kita sebagai orangtua harus teliti memilih dongeng yang tepat untuk anak.

Komentar

Postingan Populer