Kira-kira 15
tahun yang lalu, saya baru menginjakkan kaki di SLTP. Purbalingga bukanlah
sebuah daerah yang terkenal, hanya kabupaten kecil Jawa Tengah. Saat itu jalan
raya (jalan protokol) belum seramai sekarang. Hanya ada mobil angkot, motor dan
mobil yang mungkin mobil dinas. Di sekolah, parkir untuk siswa terisi penuh
oleh sepeda, hanya para guru yang membawa motor. Di tepi jalan raya masih bnyak
lahan kosong, ditanami pohon jati, atau kebun singkong milik penduduk. Cuaca
belum sepanas sekarang, tukang es belum sebanyak sekarang. Rumah masih banyak
yang berlantai tanah atau semen kasar. Televisi belum ada di setiap rumah. Hal
yang sama dengan motor, kulkas, handphone, dan perabot listrik lain. Makanan
tradisionalpun masih banyak saya jumpai. Dengan bungkus daun pisang dan tusukan
lidi. Sepulang sekolah kadang saya dan teman-teman bermain di sungai , baik
sungai di tepi sawah atau tepi jalan raya sama jernihnya. Sekedar mencari ikan
kecil atau kepiting yang tersembunyi di bebatuan.
15 tahun
kemudian, saya kembali ke kota ini bersama suami dan 2 batita kami. Di tempat
yang sama dengan suasana berbeda. Rumah-rumah di desa kami sudah lebih bagus,
dapat dihitung dengan jari penduduk memiliki rumah kurang layak. Perabot
listrik tidak lagi dipandang sebagai barang mewah. Motor ada di setiap rumah,
jumlahnyapun bisa lebih dari satu. Kebun kosong tempat saya dan teman-teman
bermain dulu sekarang sudah berganti menjadi rumah. Sawah dan kebun di sebelah
SD saya berubah menjadi kantor kelurahan, rumah makan, bank swasta, dan taman
bermain. Sawah-sawah berganti menjadi
perumahan atau tempat usaha. Jalan raya yang dulu lengang kini terasa sempit
oleh banyaknya kendaraan yang berlalu lalang terutama saat pagi dan sore hari
saat aktivitas dimulai dan diakhiri.toko ada dimana-mana, penjual berlalu-lalang. Kota kecil ini menjadi ramai sekali.
Pada awal abad
19, Revolusi industri merubah pola pikir dan kehidupan manusia. Penggunaan
energi fosil seperti batu bara dan minyak bumi memiliki peran besar
Revolusi
industry adalah perubahan secara cepat dan menyeluruh dalam berbagai bidang
industri (ekonomi) yaitu dari ekonomi yang berbasis pertanian (agraris) ke
system ekonomi yang berbasis industri yang menggunakan mesin dan bahan bakar
yang menjalankannya sehingga peran manusia dalam proses produksi sebagian besar
tergantikan oleh mesin-mesin tersebut.
Penyebab utama
terjadinya revolusi industri adalah semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang
memicu ditemukannya berbagai alat yang dapat mempermudah pekerjaan manusia
seperti ; ditemukannya alat pemintal benang, mesin uap, kereta api, mesin
pemintal kapas, mesin tenun dan lain sebagainya.
karena mesin
mesin tersebut berukuran relative besar dan membutuhkan tempat yang lebih besar
pula untuk mengoprasikannya maka dari situ mulai dibuat pabrik-pabrik raksasa
yang mayoritas menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya. pada saat itu orang
belum sadar bahaya emisi yang dikeluarkan dari pembakaran tersebut karena pada
waktu itu yang paling penting adalah peningkatan perekonomian.
Revolusi industri mempunyai dampak positif
bagi perekonomian dunia karena dengannya harga lebih murah, pekerjaan semakin
ringan karena dibantu oleh mesin. Tetapi di sisi lain hal ini berdampak
negative kepada lingkungan yang dengan semakin banyaknya pabrik-pabrik semakin
tinggi pula pencemaran yang ditimbulkannya dan tingkat polusi pun semakin
tinggi.
Polutan yang
dikeluarkan dari hasil pembakaran bahan bakar fosil berupa CO (karbon
monoksida), CO2 (karbon dioksida) NOx (oksida-oksida nitrogen), SOx
(oksida-oksida belerang), HC (senyawa-senyawa karbon), fly ash (partikel debu).
Polutan-polutan tersebut secara umum dapat menimbulkan hujan asam yang dapat
merusak hutan dan lahan pertanian, serta dapat pula menimbulkan efek rumah kaca
yang dapat menyebabkan kenaikan suhu global di permukaan bumi dengan segala
efek sampingannya. Dewasa ini telah diketahui pula bahwa batubara melepaskan
unsur radioaktif karena ketika proses pembakaran tersebut batubara akan
mengalami pembelahan (cracking) dan akan melepaskan unsur radioaktif di
dalamnya yang telah terkurung berjuta-juta tahun yang lalu karena unsur radioaktif tersebut sudah ada sebelum
terbentuknya batubara
Penyumbang gas
rumah kaca lain adalah peternakan yang pada zaman sekarang peternakan telah
beroprasi secara masal. Sektor peternakan telah menyumbang 9 persen karbon
dioksida, 37 persen gas metana (mempunyai efek pemanasan 72 kali lebih kuat
dari CO2 dalam jangka 20 tahun, dan 23 kali dalam jangka 100 tahun), serta 65
persen dinitrogen oksida (mempunyai efek pemanasan 296 kali lebih lebih kuat
dari CO2). Peternakan juga menimbulkan 64 persen amonia yang dihasilkan karena
campur tangan manusia sehingga mengakibatkan hujan asam.
Pada awalnya
masyarakat tidak menyadari dampak negative yang ditimbulkan oleh emisi-emisi
tersebut sebelum terasa akibatnya. Dampak tersebut kian terasa ketika dari
tahun ke tahun suhu bumi ternyata semakin meningkat.
Kenaikan suhu
bumi diakibatkan karena emisi yang dikeluarkan terutama oleh pabrik-pabrik
besar, asap dari kendaraan yang notabene merupakan produk industri otomotif,
pembalakan hutan/ pembukaan lahan untuk kepentingan industri kertas, minyak
sawit, ladang ternak dan perkebunan yang hanya satu jenis pohon saja telah
menghilangkan biodiversitas hutan sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap
karbon.
Gas-gas rumah
kaca akan menimbulkan efek rumah kaca seperti halnya pada rumah kaca atau dalam
mobil. Ketika sinar matahari masuk ke dalam mobil maka ketika kita masuk ke
dalam mobil akan terasa panas, hal ini disebabkan karena panas dari matahari
yang masuk tidak dapat dipantulkan kembali karena terhalangi oleh kaca
tersebut. Hal tersebut juga berlaku sama kepada gas rumah kaca yang ketika ada
panas dari radiasi matahari yang masuk ke bumi yang seharusnya (sebagian)
dipantulkan kembali ke luar atmosfer bumi menjadi terperangkap oleh karena
terhalangi oleh gas-gas tersebut.
Menurut IPCC
yaitu badan penelitian tentang perubahan iklim yang terdiri dari 1.300 ilmuan
dari seluruh dunia menyebutkan bahwa sejak revolusi industri, jumlah karbondioksida
meningkat dari sebelumnya yaitu 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun
terakhir. Tidak main-main, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer Bumi itu
tertinggi sejak 650.000 tahun terakhir! IPCC juga menyimpulkan bahwa 90% gas
rumah kaca yang dihasilkan manusia, seperti karbon dioksida, metana, dan
dinitrogen oksida, khususnya selama 50 tahun ini, telah secara drastis
menaikkan suhu Bumi. Sebelum masa industri, aktivitas manusia tidak banyak
mengeluarkan gas rumah kaca, tetapi pertambahan penduduk, pembabatan hutan, industri
peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca di
atmosfer bertambah banyak dan menyumbang pada pemanasan global
Akibat peningkatan
suhu ini, belahan bumi bagian utara akan mengalami pemanasan yang lebih
dibandingkan belahan bumi bagian selatan akibatnya gunung-gunung es akan
mencair dan akan menaikan permukaan air laut. Pada daerah-daerah yang beriklim
subtropis, ketika musim dingin suhunya akan lebih hangat dan akan semakin
sedikitnya salju yang turun karena awan yang mengandung uap air tidak akan
cukup dingin untuk turun menjadi salju, apalagi untuk daerah-daerah yang
mengalami sedikit hujan es akan tidak mengalaminya lagi. dan ketika musim panas
akan semakin panas dan menyebabkan evavorasi (penguapan) yang berlebihan.
Pada daerah
tropis, tingkat kelembaban udara akan semakin meningkat karena banyak terjadi
penguapan terutama dari laut. Akibatnya, curah hujan akan meningkat sekitar 1
persen setiap kenaikan suhu 1O Fahrenheit
seiring dengan bertambahnya kelembaban dan sekarang ini curah hujan
telah meningkat sebanyak 1 % sejak 100 tahun terakhir.
Hal tersebut
secara global akan menimbulkan kekeringan di belahan bumi yang satu dan
menyebabkan curah hujan yang tinggi atau bahkan banjir di belahan bumi lain
sehingga akan mempengaruhi pula musim tanam pada suatu daerah. Orang-orang yang
menggantungkan hidupnya dari aliran sungai glister akan sangat terasa dampaknya
karena gunung-gunung es tidak akan mencairkan esnya pada musim kemarau karena
esnya sudah tidak ada lagi. Angin yang semula bertiup sepoi-sepoi kini akan
bertiup lebih kencang dan akan lebih sering terjadi topan kerena topan
mendapatkan energy dari evavorasi.
Kita tidak
harus menghentikan seluruh industri dan penyebab lain perubahan iklim, tetapi
kita harus mengganti bahan bakarnya kepada yang lebih ramah lingkungan. Ekonomi
bukanlah alasan ketika kita dihadapkan antara dua pilihan yaitu kehancuran
dunia atau kelangsungan dunia.
Kini
masyarakat sudah tahu bahwa Industri merupakan factor utama penyebab pemanasan
global dan perubahan iklim. Protokol Kyoto merupakan bukti akan sadarnya para
pemimpin dan masyarakat walaupun memang belum semuanya sadar.
Perubahan
iklim juga mendorong perubahan gaya hidup masyarakat. Misalnya di industri
fashion, diciptakan pakaian yang sesuai dengan musim. Baju-baju yang nyaman
dipakai saat cuaca memanas.. Penduduk bumi terus bertambah membuat bumi makin
sesak. Kompetisi semakin tinggi, semua dituntut serba cepat dan praktis. Dan industri
dapat mewujudkannya. Makanan instan dimana-mana, berbagai kendaraan, bahkan
buah sayurpun dari berbagai penjuru dunia bisa kita dapatkan dmana-mana.
Muncullah masalah baru, selain masalah kerusakan lingkungan juga kesehatan.
Penyakit baru seperti kanker, tumor, wabah penyakit seperti demam berdarah,
berbagai penyakit yang timbul saat terjadi bencana karena kerusakan lingkungan,
atau generasi lemah yang terlahir akibat efek industrialisasi menuntut pakar
kesehatan untuk mencari solusi. Saat ini berbagai kosmetikpun dilengkapi dengan
berbagai formula anti aging, atau anti UV untuk menangkal radikal bebas yang
ada dimana-mana. Perubahan iklim ini juga membuat beberapa kalangan bangkit untuk menyelamatkan bumi diantaranya oxfam.
Untuk keluarga
saya, saya tidak menggunakan AC sebagai pendingin lingkungan. Untuk alasan
sederhana, menghemat anggaran dan agar kedua batita kami tidak kaget dengan
cuaca di luar. Saya juga membiasakan anak-anak mengkonsumsi masakan rumah dan
tidak membiasakan jajan. Selain lebih sehat, juga tidak menambah sampah.sejak
awal, saya membiasakan anak-anak menggunakan produk herbal ketika sakit. Saya percaya
herbal lebih baik untuk kesehatan namun tidak mengingkari ada saat ketika kita
membutuhkan obat dokter. Anak-anak juga sering kami ajak jalan-jalan pagi, keliling
kampung. melihat sawah, sekaligus melatih anak belajar asal mula beras. Melihat
proses tanam hingga panen. Selain itu, menurut kabar sawah di dekat rumah saya
tidak lama lagi akan berubah menjadi perumahan seperti sawah-sawah lain di kota
ini. Untuk melatih hemat energi, anak sulung saya Isya (2,5 tahun) sudah bisa
mematikan lampu saat pagi dan memilih sepeda roda tiganya untuk jalan-jalan. melatih
berkebun, bermain di sungai,dan berinteraksi dengan binatang. Sepintas memang
melelahkan, namun anak-anak adalah generasi masa depan yang meneruskan kita
menjaga bumi ini. Anak yang sehat lahir dan tumbuh di lingkungan yang sehat,
agar mereka bisa beradaptasi dengan perubahan iklim dan bisa menjadi manusia
yang dapat menjaga kelestarian lingkungan di masa depan.
Referensi:
http://senawiratama.wordpress.com/2010/04/28/peranan-revolusi-industri-terhadap-perubahan-iklim-dunia/
Komentar
Posting Komentar