Jangan Panggil Dia Gila

Namanya Masri (samaran, bukan nama sebenarnya)
Seorang bapak dari 2 anak dan 6 orang cucu.
Tidak seperti seorang keluarga pada umumnya. Para tetangga tidak pernah memanggilnya dengan sebutan Pak Masri. Setiap ada acara di kampungpun ia tidak dilibatkan. Kehadirannya di masyarakat antara ada dan tiada. Ia ada tapi diacuhkan. Ia tak adapun tak dicari.

Semua berawal dari bertahun-tahun yang lalu, mungkin lebih dari 20 tahun yang lalu, saat itu Masri bekerja sebagai seorang kondektur bus. Sebuah kecelakaan mengubah hidupnya. Ada yang mengatakan ia terkena gegar otak. Pihak keluarga dan juga dibantu tetangga sudah mengupayakan pengobatan untuknya. Yang jelas, karena kondisi ekonomi yang kurang, pengobatan yang ia jalani tak tuntas sehingga membuat ia mengalami gangguan jiwa hingga kini.

Apa jadinya kalau kita memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa. Itulah yang dialami istri dan kedua anak Masri. Sang istri yang bekerja di pasar menjadi tulang punggung keluarga, sembari menahan malu, suaminya menjadi bahan tertawaan tetangga karena suka bertingkah aneh. Setelah kedua anaknya beranjak dewasa, si sulung memilih tinggal di desa lain setelah menikah, dan adiknya sempat bekerja sebagai TKI di luar negeri. Karena termasuk keluarga miskin, keluarga ini beberapa kali mendapat bantuan dari pemerintah.

Karena gangguan jiwa yang dialaminya, Masri kadang meracau sambil berjalan. Pernah suatu ketika, saat itu saya belum lama melahirkan. Rumah saya dan Masri hanya selisih satu rumah. Saat itu tenga malam, kami serumah terbangun mendengar keributan di luar. Masri bertengkar dengan istrinya di jalan. Sumpah serapah dan kata-kata kotor berhamburan. Masri menyebut istrinya dengan panggilan-panggilan buruk, dan istrinya pun membalas serupa. Tak lama kemudian terdengar suara batu yang dilempar, entah siapa yang melempar dan siapa yang dilempar, yang jelas keesokan paginya istri Masri meminta maaf pada kami karena ribut-ribut semalam sementara di rumah kami ada bayi.

Masri juga sempat membuat malu kami. Saat bapak kedatangan tamu teman kantor atau saudara, tiba-tiba Masri datang dan memperkenalkan diri. Pernah sambil mengaji, pernah juga sambil mengadu habis dilempar batu atau dipukul seseorang. Entah benar atau tidak, setelah bapak memberinya uang, ia lalu pergi. Lama kelamaan, saudara kami atau tamu sudah maklum jika Masri datang minta perhatian.

Meski kena gangguan jiwa, Masri selalu baik pada keluarga kami. Mungkin karena kami tidak pernah mengganggu atau menggodanya. Kadang jika ia bertemu saya, ia suka menyapa,
"Ifah, sekarang hari apa ya?" Bahkan ia masih ingat nama saya.

Pernah ia mendekati anak saya, "Namanya siapa?"
Saya hanya tersenyum lalu membawa si kecil pergi menjauh.
Kami tidak pernah mengajarkan ke anak-anak bahwa Masri kena gangguan jiwa, jadi anak-anak saat ketemu Masri biasa saja. Dan meskipun bertemu orang gila di luar sana, kamipun memilih diam, agar anak-anak tidak terbiasa memanggil 'orang gila' pada orang yang terkena gangguan jiwa (ODGJ). Apalagi jika mereka tidak mengganggu. Jika menjumpai ODGJ yang melakukan kekerasan, barulah kita harus waspada dan menjaga keselamatan anak-anak dari mereka.

Kadang, Masri pergi ke warung di sebelah rumah kami. lalu menyanyi bahkan pernah mengaji. Tentu ayat Qur'an yang ia baca salah. Tetangga yang mendengar tertawa, "Wah, Masri bisa ngaji."
Dan Masri ikut tertawa.

Ikut miris, saat mendengar seorang ibu yang berusaha mendiamkan anaknya yang tengah menangis, ah. tidak seharusnya anak yang masih suci ditakut-takuti dengan hal-hal seperti ini.
"Ssst diam, kalau gak diam nanti panggilin Masri lho."
"Masri, Masri, ini adik nangis, ayoo jangan nangis, ada Masri."

Pernah ada sekelompok pemuda yang menggodanya,
"Masri edan, Masri edan..ha..ha..ha.."
Dan Masri lalu marah dan melempar mereka dengan batu. Mereka lalu menghindar sambil tertawa.
"Masri edan, ha..ha..ha.."

Masri, termasuk ODGJ yang 'beruntung'. Meski kena gangguan jiwa, ia masih tinggal serumah dengan istri, anak, menantu dan seorang cucunya. Ada yang menyediakan makan untuknya tiap hari, dan juga pakaian sehingga tidak telanjang seperti ODGJ yang kadang di temui di jalan. Si istri pernah bercerita, bahwa Masri memakinya habis-habisan karena ia tak pamit padahal hanya pergi sebentar ke warung. Masri, memang ODGJ yang 'beruntung' punya keluarga yang bisa bertahan di tengah pandangan miring orang tentang Masri. Dan Masri juga beruntung, punya sepeda.

Dengan sepeda tua, dan sebuah radio tua, ia sering kali berkeliling kota hingga ke desa-desa tetangga yang lumayan jauh jaraknya. Untungnya, ia bukan ODGJ yang suka mengganggu, memukul orang atau mengamuk. Ia hanya akan marah jika diganggu. Hobinya bersepeda ini membuatnya cukup 'terkenal'. Banyak orang yang mengenalnya, bagi yang bersimpati kadang memberinya sedikit uang atau makanan.

Kini usia Masri makin tua, uban di rambutnya makin banyak. Tapi hobi bersepeda masih ia jalani. Kini, sumpah serapah dan ribut-ribut tengah malam sudah jarang terdengar. Mungkinkah karena di rumahnya kini ada cucunya yang masih balita? Entahlah. Terakhir saya melihat ia termenung dengan tatapan kosong dan tubuh yang bertambah kurus. 

Jika bertemu dengan ODGJ, jangan panggil dia gila, karena tak ada seorangpun yang menginginkan mengalami kondisi seperti itu. Pelabelan gila tidak membuat ODGJ menjadi sembuh bahkan membuat keluarganya menjadi malu dan sedih. Jika tak mengganggu. lebih baik perlakukan mereka sewajarnya, sebagaimana manusia pada umumnya. Berusaha membantu mengupayakan pengobatan untuk ODGJ, menerima kehadiran mereka, berkomunikasi sewajarnya dan juga tidak melakukan kekerasan pada mereka.

“Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Aku dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) 
yang diselenggarakan oleh Liza Fathia dan Si Tunis



Komentar

  1. Waduh kok aq malah jadi serem mba . kenapa ga coba di bawa ke RSJ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sudah pernah menjalani pengobatan tapi gak tuntas mba

      Hapus
  2. Sepakat mak, jangan panggil dia gila, kalo pengalaman dirumah nenek saya, ODGJ nya suka ngamuk mak, jadi agak dijauhi warga.. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah klo suka ngamuk emang serem mba, harus hati hati ya

      Hapus
  3. iya, Pak Masri termasuk ODGJ yg beruntung, di luaran sana banyak ODGJ yg tidak tahu di mana rumahnya, siapa keluarganya... tidak ada yg membantu mengurus dirinya. kasihan ya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba..kasihan..makanya pak masri termasuk ODGJ yg beruntung banget

      Hapus
  4. Subhanallah, terima kasih atas ceritanya, terima kasih juga sudah ikutan di giveaway kami.. semoga pak masri sehat selalu ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama2 mba, smg sukses GA nya...amin, iya smg pak masri sehat

      Hapus
  5. Subhanallah, ceritanya bikin haru. Smg Pak Masri selalu disayangi Allah dan keluarga.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer